PENDAHULUAN
Di sekolah, siswa dengan gangguan autisme sangat membutuhkan perhatian
dan penanganan yang khusus. Pada sekolah inklusif, seringkali ditemukan permasalahan
mengenai siapa yang memegang peranan lebih banyak terhadap siswa dengan
gangguan autisme ini, baik dalam penanganan akademik maupun non akademik.
Karena siswa dengan gangguan autisme
sudah memiliki guru pendamping khususnya, sehingga guru kelas bersikap sedikit
acuh atau tidak memperdulikan. Guru pendamping khusus hanya berkonsentrasi dan
menangani siswa didiknya tanpa memperdulikan siswa berkebutuhan khusus yang
lain sekaligus siswa pada umumnya.
Sebuah lembaga pendidikan yang berlabelkan inklusif seharusnya dapat menangani
permasalahan ini dengan baik. Karena sebuah lembaga pendidikan inklusif beserta
komponen-komponen didalamnya, yaitu guru dan para staf seharusnya memberikan
pelayanan dan pengajaran yang tepat kepada siswa dengan gangguan autisme maupun
siswa berkebutuhan khusus yang lainnya dengan tujuan mencerdaskan dan
memberikan informasi yang maksimal bagi mereka secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan
konteks penelitian yang dikemukakan di atas, maka fokus penelitiannya yaitu : Bagaimana peranan yang diberikan oleh guru kelas dan
guru pendamping khusus Sekolah
Dasar Islam Terpadu Ruhama dalam
menangani siswa dengan gangguan autisme yang meliputi ; (a) peranan guru sebagai sumber belajar,
(b) sebagai fasilitator, (c) sebagai pengelola, (d) sebagai demonstrator, (e)
sebagai pembimbing, (f) sebagai motivator, dan (g) sebagai evaluator.
Dan
berdasarkan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui mengenai peranan guru kelas dan guru pendamping khusus Sekolah Dasar
Islam Terpadu Ruhama dalam menangani siswa dengan gangguan autisme, baik
penanganan dalam hal akademik maupun non akademik.
KAJIAN
TEORI
Guru merupakan jabatan atau profesi yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan
oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan
sebagai guru. (M. Uzer Usman, 1992 : 5).
Dengan demikian, secara sederhana
dapat disimpulkan bahwa definisi guru adalah : “sebuah jabatan fungsional dimana
seseorang sebagai seorang pendidik profesional mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai
dengan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Guru memiliki banyak tugas, baik
yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Jika
dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bidang profesi,
tugas dalam bidang kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan
di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Tugas guru
dalam kemasyarakatan diartikan bahwa guru memiliki tempat yang lebih terhormat
dilingkungannya, oleh karena itu masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan
dari seorang guru. Artinya guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju
pembentukkan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.
Guru
pendamping khusus memiliki tugas-tugas lainnya yang tidak dapat dilakukan oleh
guru yang bukan berlatarbelakang PLB. Guru pendamping khusus bertugas sebagai
konsultasi bagi guru kelas dalam memahami dan menangani masalah yang berkaitan
dengan siswa berkebutuhan khusus, guru pendamping khusus juga bertugas untuk
memberikan saran kepada guru kelas biasa atau guru bidang studi mengenai pendekatan
dan metode pembelajaran yang sesuai bagi siswa berkebutuhan khusus.
Seperti
yang banyak diketahui, suatu pencapaian hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan
tergantung dari bagaimana peranan dan kompetensi dari guru. Guru yang kompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang
optimal.
Sesungguhnya
peranan guru tidak hanya terbatas pada keempat dinding kelas yang ada. Guru
mempunyai tugas di kelas, di dalam dan di luar sekolah serta di masyarakat. Dengan
demikian, secara sederhana peranan guru dapat didefinisikan sebagai : “setiap
pola tingkah laku maupun sikap yang merupakan ciri-ciri dari sebuah jabatan sebagai seorang guru
yang tentunya harus
dilakukan dalam menjalankan tugasnya
sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing,
motivator, dan sebagai evaluator”.
Autis, autistik atau autisme itu
sendiri adalah merupakan sebuah gangguan perkembangan pervasif yang luas, berat
dan kompleks. “Auto” yang berarti
sendiri dan “isme” yang berarti
aliran/senang, yang gangguan tersebut meliputi gangguan dalam hal ;
berinteraksi sosial, berkomunikasi, berbahasa, berperilaku, dalam hal emosi,
kognitif dan lain sebagainya.
Pendidikan
inklusif merupakan sebuah layanan pendidikan yang mencoba memenuhi kebutuhan
hak-hak siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan. Sedangkan menurut Stainback dan Stainback, sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif tidak hanya menampung semua siswa di kelas
yang sama, melainkan menyediakan program pendidikan yang layak, menantang,
tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, serta sekolah
inklusif juga merupakan tempat setiap siswa dapat diterima, menjadi bagian dari
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun
anggota masyarakat yang lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. (Wahyu Sri Ambar Arum, 2009 : 69).
METODE PENELITIAN
Adapun
tahapan-tahapan penelitian dalam proses pengumpulan data sebagai berikut : (i) Tahap
Orientasi Lapangan, (ii) Tahap Eksplorasi Lapangan, (iii) Tahap Penyusunan dan
Penyerahan Laporan.
Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan metode ini
karena metode ini sesuai untuk digunakan jika peneliti akan mendeskripsikan
data tentang orang dengan cara mengamati perilaku secara langsung dalam latar
penelitian tanpa bertujuan untuk menguji suatu hipotesis tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data berdasarkan proses kegiatan dari peranan guru kelas dan guru
pendamping khusus dalam menangani siswa dengan gangguan autisme di sekolah
inklusif khususnya. Data yang dikumpulkan
oleh peneliti berupa dokumentasi pribadi, catatan lapangan, ucapan, dan
tindakan responden serta dokumentasi. Sesuai dengan fokus penelitian, sumber
data utama dalam penelitian ini adalah guru kelas dan guru pendamping khusus,
selebihnya adalah tambahan data seperti wawancara, dokumen dan lain-lain.
Tehnik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara pengamatan (observasi),
wawancara dan dokumentasi. Tehnik analisis data yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini adalah tehnik analisis data selama dilapangan
yang menggunakan model Miles dan
Huberman. Tehnik ini dilakukan oleh peneliti pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Aktivitas dalam analisis data yang dilakukan oleh peneliti diantaranya yaitu
data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan conclusion
drawing/verification (kesimpulan data).
Untuk memeriksa keabsahan data
penelitian, peneliti melakukan tehnik
triangulasi data yang bersifat menggabungkan dari berbagai tehnik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada. Sehingga data-data yang ditemukan menjadi
suatu kesatuan yang berkesinambungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peranan guru kelas sebagai sumber belajar yang ditemukan adalah guru dapat menguasai setiap materi pelajaran yang akan disampaikan
kepada siswanya. Guru kelas selalu mengupayakan diri untuk
selalu mengusai setiap bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa, guru kelas selalu
berusaha untuk mencari referensi lainnya agar dapat menambah kemampuan dan
pengetahuan yang dimilikinya.
Namun dalam hal penanganan guru
kelas terhadap siswa dengan gangguan autisme, peranan guru kelas sebagai sumber
belajar tidak dapat dilakukan dengan baik. Guru kelas memberikan perannya
sebagai sumber belajar kepada guru pendamping khusus siswa dengan gangguan
autisme tersebut. Hal tersebut dikarenakan guru kelas tidak dapat memberikan
perhatian yang lebih terhadap siswa dengan gangguan autisme. Guru kelas
cenderung memperhatikan siswa pada umumnya.
Sementara peran dari guru pendamping
khusus sebagai sumber belajar bagi siswa dengan gangguan autisme dapat
diberikan secara optimal. Mengingat bahwa guru pendamping khusus hanya
memberikan perhatian terhadap siswa dengan gangguan autisme, oleh karenanya
guru pendamping khusus ini dapat melakukannya perannya sebagai sumber belajar
dengan baik.
Peranan guru kelas sebagai
fasilitator yang ditemui seperti guru kelas yang selalu
mengusahakan media-media yang dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses dari
belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun
surat kabar.
Sementara guru pendamping khusus
selalu mengusahakan perannya sebagai fasilitator bagi siswa dengan gangguan
autisme. Guru pendamping khusus selalu berusaha untuk memberikan pelayanan bagi
siswa dengan gangguan autisme agar pembelajaran yang diberikan dapat
tersalurkan dan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Seperti dengan
penyampaian materi-materi pelajaran menggunakan media-media yang menarik dan
bersifat konkrit. Hal tersebut seringkali digunakan agar siswa dengan gangguan
autisme dapat lebih mudah menangkap dan menerima materi pelajaran yang
dijelaskan.
Sebagai pengelola kelas, guru kelas dapat dikatakan mampu mengelola kelas dengan baik. Seperti yang
diketahui, kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi
edukasi. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat
kegiatan pengajaran.
Sementara
peranan guru pendamping khusus sebagai pengelola bagi siswa dengan gangguan
autisme terlihat ketika guru pendamping khusus selalu mengkondisikan siswa
dengan gangguan autisme sebelum memulai pembelajaran. Biasanya guru pendamping
khusus mengkondisikan siswa dengan gangguan autisme tersebut dengan cara
memberikan reward terlebih dahulu.
Peranan guru kelas sebagai
demonstrator bagi siswa dengan gangguan autisme tidak dapat diberikan secara
optimal. Guru kelas lebih banyak berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa-siswa
pada umumnya. Guru kelas juga lebih banyak menyampaikan materi pelajaran kepada
siswa pada umumnya. Sehingga segala sesuatu yang kurang dipahami oleh siswa
dengan gangguan autisme, khususnya yang kaitannya dengan materi pelajaran,
lebih banyak didapatkannya dari guru pendamping khusus.
Sementara guru pendamping khususnya
memang lebih banyak melakukan perannya sebagai demonstrator bagi siswa dengan
gangguan autisme. Guru pendamping khusus selalu mengupayakan agar siswa dengan
gangguan autisme dapat memahami dan mengerti setiap pesan, instruksi dan arahan
yang diberikan.
Peranan guru kelas sebagai
pembimbing adalah dengan membimbing siswa agar dapat menemukan
berbagai potensi yang dimiliki siswa sebagai bekal hidupnya. Tidak hanya itu,
guru kelas juga membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan
tugas-tugas perkembangan mereka sehingga dengan pencapaian itu siswa dapat
tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan guru maupun orang tua
dan masyarakat.
Sementara peranan guru pendamping
khusus sebagai pembimbing dalam menangani siswa dengan gangguan autisme adalah
dengan guru pendamping khusus selalu berusaha untuk tetap membimbing siswa
dengan gangguan autisme agar dapat terus berkembang sesuai dengan bakat dan potensi
yang dimilikinya. Guru pendamping khusus tidak pernah memaksakan agar siswa
yang dibimbingnya harus berkembang sesuai dengan apa yang guru pendamping
khusus inginkan.
Peranan guru kelas
sebagai motivator sangat terlihat dengan jelas. Guru kelas selalu berusaha
untuk terus memotivasi minat siswa dalam belajar. Seperti memulai kegiatan
pembelajaran dengan bermain atau bercerita. Secara tidak langsung hal tersebut
dapat menarik minat siswa untuk dapat memperhatikan apa yang akan guru kelas
jelaskan.
Sementara peranan guru pendamping
khusus sebagai motivator dalam menangani siswa dengan gangguan autisme terlihat
dalam setiap proses perkembangan yang dialami oleh siswa. Guru pendamping
khusus selalu mengupayakan diri untuk menyampaikan materi pelajaran dengan
suasana yang menyenangkan, guru pendamping khusus juga selalu memberikan reward terhadap keberhasilan maupun
kegagalan yang dilakukan oleh siswa. Guru pendamping khusus juga selalu
mengupayakan untuk terus memotivasi siswa dengan gangguan autisme agar dapat
bersaing dan bekerjasama secara sehat dengan siswa-siswa lain pada umumnya.
Peranan guru kelas sebagai evaluator
dalam menangani siswa dengan gangguan autisme tidak jauh berbeda dalam
penanganannya terhadap siswa lain pada umumnya. Guru kelas tetap memberikan
penilaian secara keseluruhan kepada siswa dengan gangguan autisme. Penilaian
tersebut tidak hanya dilihat dari akademik siswa, tetapi juga dilihat dari
aspek non akademik siswa. Dengan peranannya sebagai evaluator, guru kelas berusaha
untuk selalu memberikan penilaian sejujur-jujurnya, walaupun dalam aspek
akademik siswa dengan gangguan autisme seringkali mengalami hambatan.
Sementara
peranan guru pendamping khusus sebagai evaluator dalam menangani siswa dengan
gangguan autisme terlihat manakala siswa dengan autisme ketika sedang
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru kelas. Guru pendamping khusus
melakukan penilaian dari sejauh mana pemahaman siswa dengan gangguan autisme
dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru kelas. Guru pendamping khusus
juga tidak berusaha untuk membantu siswa dalam mengerjakan tugasnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
peranan guru pendamping khusus dalam menangani siswa dengan gangguan autisme
sangat memegang peranan yang optimal. Siswa dengan gangguan autisme mendapatkan
banyak bimbingan dari guru pendamping khusus. Dalam kemampuan akademik, siswa
dengan gangguan autisme masih sangat membutuhkan bantuan dari guru pendamping.
Tanpa adanya guru pendamping, khusus proses belajar mengajar siswa dengan
gangguan autisme mengalami hambatan. Guru kelas tidak mampu memberikan
perhatian yang optimal terhadap siswa dengan gangguan autisme. Guru kelas lebih
memperhatikan siswa pada umumnya sehingga siswa dengan gangguan autisme sangat
bergantung kepada guru pendamping khusus dalam hal akademik maupun non
akademiknya.
Saran
Diharapkan masing-masing pihak juga dapat
menyadari akan masing-masing peranannya, baik itu peranan sebagai sumber
belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator maupun
evaluator. Diharapkan agar pihak
sekolah dapat memberikan seminar atau pelatihan-pelatihan bagi guru kelas
maupun guru pendamping khusus mengenai cara menangani siswa dengan gangguan
autisme maupun siswa berkebutuhan khusus yang lain. Diharapkan orang tua dapat memahami dan mengerti peranan dari
masing-masing guru, baik guru kelas maupun guru pendamping khusus. Agar lebih memperpanjang waktu
penelitian dan mampu menyajikan hasil selanjutnya dengan lebih akurat dan
menjadikan bahan skripsi ini sebagai acuan.